#28 Sarwo Edhie dan Misteri 1965

Tahun 1965 ialah tahun misteri yang hingga kini belum sampai menemukan titik terangnya. Peristiwa besar terjadi pada tahun itu. Tragedi G30S yang masih membekas membuat memori itu tak lekang oleh waktu. Pihak-pihak yang menjadi dalang pada peristiwa tersebut juga masih menjadi misteri, ataupun saat ini hanya sebatas dugaan.

Salah seorang tokoh yang masih mempunyai erat kaitan dengan peristiwa G30S adalah Sarwo Edhie Wibowo. Pria yang menjadi ayah Ani Yudhoyono itu merupakan komandan pasukan khusus angkatan darat. Pasukan itu merupakan garda terdepan dalam memberangus Partai Komunis Indonesia.

Dalam menghabisi Partai Komunis Indonesia, Sarwo tidak sendirian. Ia dibantu oleh para pemuda yang berasal dari sejumlah golongan di luar PKI. Sarwo bersama pasukannya memberikan pelatihan untuk kemudian diterjunkan ke lapangan untuk menangkap dan membunuh orang-orang Komunis, dan yang diduga Komunis.

Sarwo mengutus para pemuda untuk menumpas orang komunis yang ada di Pulau Jawa dan Bali. Bahkan, waktu itu sungai-sungai yang ada di Jawa dan Bali warnanya berubah menjadi merah, menggambarkan saking banyaknya korban-korban yang berjatuhan waktu itu.

Jumlah korban yang tewas menjadi simpang siur hingga sekarang. Ada pihak yang mengatakan, orang yang tewas mencapai jutaan. Ada juga yang mengatakan tidak sampai jutaan, yakni berkisar pada angka ratusan ribu jiwa. Tetapi yang jelas, Sarwo Edhie ada di belakang orang-orang yang tewas.

Dalam perjalanannya, pria yang sangat dekat dengan Ahmad Yani itu mempunyai nama yang besar di kala itu. Namanya begitu harum di kalangan mahasiswa, sebagai tokoh tentara yang akrab, dan modelnya supel. Sarwo Edhie digadang-gadang oleh banyak kalangan untuk menggantikan Soeharto sebagai presiden.

Namun ketokohannya ternyata membuat Soeharto tidak menyenanginya. Dalam buku ini dituliskan, bahwa Soeharto tidak menginginkan terdapat matahari kembar. Istilah yang menggambarkan situasi politik waktu itu antara Sarwo dan Soeharto.

Soeharto yang tidak menginginkan dirinya tersaingi, akhirnya menyingkirkan Sarwo Edhie menjadi pasukan ditempatkan di daerah pinggir. Awalnya, Sarwo ditempatkan di daerah Bukit Barisan, Sumatera Utara. Kemudian dipindahkan ke Irian Jaya (sekarang Papua).

Namun dipindahkannya Sarwo ke Irian Jaya bukan membuat namanya meredup, malahan namanya melambung lantaran berhasil menyelesaikan konflik yang ada di daerah tersebut. Soeharto pun dibuat bingung, kemudian kancahnya di dalam negeri mulai dihilangkan, dengan cara Sarwo dijadikan duta besar Indonesia di negara lain.

Sarwo Edhie menjadi salah satu tokoh yang menjadi korban dari kekuasaan Soeharto. Pendeknya, ia hanya diperalat dan disingkirkan.

Tempo menyajikan seri buku ini dengan ciamik. Meskipun dapat dikatakan buku ini belum sempurna, ada sejumlah bagian yang seharusnya diangkat, namun tidak ada dalam buku. Misalnya, profil keluarga Sarwo Edhie dan latar belakangnya. Selain itu juga kronologi saat malam 30 September yang kurang banyak dalam mengupas.

Sebagai pembaca saya sangat mengapresiasi buku ini, sebab buku semacam ini seperti oase di gurun pasir.


Judul              : Sarwo Edhie dan Misteri 1965
Penulis           : Tim Tempo
Penerbit         : Kepustakaan Populer Gramedia dan Tempo Publishing
Tebal              : 126 halaman
ISBN               : 978-602-424-743-0

Posting Komentar

0 Komentar