#27 Lekra dan Geger 1965

Setelah dilaksanakannya konferensi meja bundar (KMB) di Den Haag Belanda pada 1949, sejumlah seniman merasa Indonesia belum merdeka 100%. Sebab hal itu pula, atas inisiatif para seniman terbentuklah Lembaga kebudayaan rakyat (Lekra). Lekra didirikan bertujuan untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada Negeri penjajah.

Lekra dibentuk pada 17 Agustus 1950. Penggagas dan pendiri Lekra antara lain A.S Dharta, M.S Ashar, Henk Ngantung, Herman Arjuno, Joebarn Ajoeb, Sudharnoto, Njoto. Konsep perjuangan dimaksudkan dalam muqaddimah lembaga itu. Disebutkan rakyat adalah satu-satunya pencipta kebudayaan, bahwa pembangunan kebudayaan Indonesia baru hanya dapat dilakukan oleh rakyat.

Pembentukan Lekra kala itu selalu dikaitkan dengan partai kiri berlambang palu arit, PKI. Pasalnya pendiri dari Lekra sebagian juga merupakan tokoh dari PKI. Namun, Njoto, yang juga merupakan pengurus pusat PKI, menolak Lekra menjadi underbow dari PKI, alasannya tidak semua anggota Lekra merupakan orang PKI.

Konsep yang diusung Lekra yaitu politik sebagai panglima. Tentu hal itu memunculkan pro kontra dari sejumlah pihak. Pasalnya kebudayaan yang seharusnya benar-benar murni dari unsur politik. Politik digunakan Lekra sebagai alat propaganda dan agitasi, sehingga tidak jarang seniman kontra terhadap Lekra.

Perkembangan organisasi ini sangatlah pesat. Hal itu dibuktikan dengan menyebarnya Lekra hingga pada tingkatan kecamatan di setiap daerah. Di setiap daerah lembaga Lekra mempunyai nama sendiri-sendiri. Organisasi itu semua selalu berkaitan dengan kesenian yang menjadi ciri khas Lekra.

Para mahasiswa juga banyak yang kepincut untuk bergabung dengan Lekra, lantaran organisasi ini menawarkan beasiswa kuliah di luar negeri bagi siapa saja yang mempunyai prestasi. Dalam hal ini, Lekra dipermudah dengan jaringan yang ada di luar negeri, yaitu jaringan yang se-ideologi yang berada di negara Cina, Rusia, ataupun Cekoslovakia.

Berkat keberadaan Lekra pula, PKI juga mempunyai massa yang banyak. Sebab secara tidak langsung, kedekatan PKI dan Lekra membuat orang menganggap kedua organisasi satu rumah. Padahal tidak ada yang berhasil mem-PKI-kan Lekra.

Disaat banyak seniman mulai gelisah dengan keberadaan Lekra. Akhirnya para seniman membentuk organisasi kebudayaan sendiri, organisasi tersebut diberi nama manifesto kebudayaan (Manikebu) yang awalnya hanya sebuah manifes yang diangkat.

Karena dianggap mengancam, keberadaan manikebu dicoba diberangus oleh Lekra dan pemerintahan Soekarno. Hingga pada akhirnya pemerintah melarang Manikebu dan membubarkannya. Meskipun umurnya masih belum lama.

Akhir dari perjalanan Lekra terjadi saat Tragedi G30S meletus. Semenjak saat itu segala sesuatu yang berkaitan dengan PKI, termasuk negara dilarang oleh pemerintah rezim Orde Baru. Padahal semua orang yang tidak berhasil mem-PKI kan Lekra. Njoto, Aidit, tidak mampu. Namun hanya Soeharto yang berhasil membuat PKI = Lekra, harus diberangus.

Dalam Buku ini menceritakan awal mula Lekra, reportasenya dihimpun dari sejumlah narasumber. Narasumber yang dimintai pendapat tentu orang yang bersinggungan langsung dengan Lekra. Dikemas dengan cara menarik dan mudah untuk dipahami.



Judul  : Lekra dan Geger 1965
Penulis : Tim Tempo
Penerbit : Kepustakaan Gramedia
ISBN : 9799799106735

Posting Komentar

0 Komentar