Menulis untuk Bercerita

Menulis untuk Bercerita
Akhir-akhir ini semangat menulis kembali lagi. Memang bagus. Bisa membuat catatan ala-ala di blog. Apalagi bisa memberikan gambaran bagi orang lain.

Kini orang bercerita bisa dengan mudah. Bermodal gawai bisa cerita lewat video pendek. Lalu diunggah di TikTok, boom, banyak yang lihat dan komentar.

Menulis berbeda. Lebih mikir, ribet, dan butuh waktu yang lebih lama. Yang melihat pun juga sedikit. Lalu apa yang membuat tetap mau menulis: cerita.

Sekarang ini tulisan yang natural itu mahal. Semenjak ada AI, orang mudah banget buat tulisan artikel, esai bahkan berita. Kelemahan tulisan AI, si penulis gak dapat feel-nya.

Bercerita lewat tulisan itu feel-nya beda. Lebih sampai ke hati. Makanya jangan heran kalau ada orang nulis panjang di WhatsApp, cuma untuk curhat.

Coba tanya, setelah mereka nulis panjang di WA, apa perasaan mereka, saya yakin pasti lega. Mereka gak mengenal PUEBI, EYD dan tetek bengek yang lain, intinya mereka cuma pingin cerita lewat tulisan.

Tapi, ya, jangan ngawur-ngawur juga kalau nulis. Kasihan juga yang baca kalau tulisannya amburadul. Gak ada titik, koma, singkatannya nyeleneh-nyeleneh pula. Betapa kasihan yang nerima pesan itu.

Saya sendiri punya blog, isinya kebanyakan soal cerita dan catatan menarik. Bagi saya, tulisan itu jadi prasasti peninggalan pas hidup.

Posting Komentar

0 Komentar