Apa contohnya? Banyak.
Salah satu yang saya alami adalah bermain sepak bola. Dahulu main bola, ya main bola. Yang terpenting ada bola dan orangnya. Jumlahnya tidak harus 11 orang.
Dahulu main bola bisa di jalan, halaman rumah, bahkan pekarangan sekalipun. Dan tidak harus pakai sepatu apalagi kostum.
Coba bandingkan dengan sekarang.
Dewasa ini, semua serba ribet. Main bola harus di lapangan, pakai seragam, ada wasitnya dan jangan lupa, ada kameramen yang siap mengabadikan momen.
Sudah barang tentu, sebagai konsekuensi ada uang yang harus dikeluarkan. Bayar wasit, kameramen, dan bisa jadi sewa lapangan.
Seolah olah kalau tidak ada itu semua tidak afdol. Karena hari ini yang terpenting bukan keringat, tapi engangement pas foto main bola diunggah di sosmed.
Sepak bola yang dulu terkenal sebagai olahraga murah sekarang jadi mahal. Begitu juga dengan futsal. Yang dulu cuma sewa lapangan, kini juga harus sewa dan bayar tetek bengek.
Apakah salah? Gak juga.
Perbedaan jaman dan kemajuan membuat kebiasaan yang gratis jadi mahal. Bagi orang yang hartanya berlimpah tentu tidak masalah.
Namun bagi yang pas-pasan, kebiasaan serba bayar tentu jadi masalah besar.
Masalahnya kalau main bola disamakan kaya dulu lagi juga sulit. Pemukiman makin padat. Jalanan sudah pada beraspal. Terus lapangan juga sudah mulai berkurang.
Tentu apabila ada gerakan main bola tanpa balutan tetek bengek patut diapresiasi. Gratis tidak pakai bayar.
Karena main bola, yang saya jadikan contoh ini, tidak harus jadi ajang komersialisasi. Harusnya bisa jadi ajang hiburan rakyat. Begitu.
0 Komentar