Karena Kita Semua Masih Belajar

Karena Kita Semua Masih Belajar
Dewasa ini, persoalan sili berganti datang. Ibarat ombak di lautan, masalah terus menerus menghantam. Tinggal kesiapan dalam menghadapinya. Ada yang memasang pemecah ombak, ada pula yang mengatasinya dengan menanam pohon mangrove.

Selain menyelesaikan sendiri, negara juga telah menyediakan "wasit" yang ditugaskan untuk memberikan keputusan. Benar atau tidaknya suatu persoalan. Hakim namanya. Dia memiliki wewenang untuk memutuskan suatu perkara. Vonis terhadap suatu perkara tergantung putusannya.

Permasalahannya, hakim adalah manusia. Dia bukan makhluk yang sempurna, ada berbagai kekurangan yang senantiasa menyertainya. Dalam memutuskan suatu perkara pun juga demikian. Ketidaknetralan pun menjadi pembahasan yang lumrah untuk dibicarakan.

Maka, bagi manusia yang menjunjung tinggi unsur kehati-hatian dalam bersikap serta mengambil keputusan, kemungkinan dia bakal selamat bakal besar. Masalah yang sili berganti menghantam pasti akan dianggap sebagai pelecut untuk lebih baik. Tinggal bagaimana dia bisa wawas diri.

Saya yakin, para pendahulu, sesepuh-sesepuh adalah orang yang tidak lepas dari masalah. Tidak lepas dari cobaan, bahkan makian. Namun, mereka tetap mengedepankan prinsip atau standar ideal yang mereka terapkan. Prinsip itu yang mereka pegang teguh sampai akhir hayat.

Kita hidup dalam masyarakat yang heterogen. Banyak suku, agama, budaya, ras, golongan atau bahkan kepentingan. Tidak mengherankan apabila terdapat perbedaan pandangan dalam menyikapi persoalan, politik misalnya. Itu adalah hal yang wajar.

Maka untuk menyikapi beragam kepentingan, peganglah prinsipmu. Rawat dia di atas nilai-nilai kebenaran, karena sebenarnya kita semua adalah murid yang tidak luput dari kesalahan.

Posting Komentar

0 Komentar