Secuil Cerita pada Satu Abad NU

Resepsi 1 abad NU di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, Jawa Timur telah berlangsung. Acara itu berlangsung dengan meriah. Lautan manusia memenuhi Sidoarjo.

Pidato dari ketua umum yang menggelegar juga masih terngiang-ngiang di kepala. Meskipun tidak hadir secara langsung, namun pengaruh media sosial begitu cepat untuk memperbarui informasi, dan memengaruhi ingatan.

Tak sedikit pula yang kecewa karena tidak bisa hadir langsung di sana. Mereka terkendala urusan kewajiban yang harus dilaksanakan. Pekerjaan, urusan pendidikan ataupun yang lain.

Bagi mereka yang beruntung bisa datang di pusat resepsi 1 abad NU merasa bersyukur. Sebab, dia menjadi saksi sejarah umur 100 tahun organisasi Islam terbesar di Indonesia

Saya pribadi sebenarnya ada keinginan untuk datang ke sana secara langsung. Namun setelah berbagai pertimbangan akhirnya niat itu urung untuk dilaksanakan.

Secara waktu, saya ada waktu luang untuk bisa berangkat ke Sidoarjo. Akan tetapi, saya tidak ingin hanya menjadi data statistik yang tercatat tanpa sumbangsih apapun dalam gelaran itu.

Satu hari menjelang puncak pelaksanaan, saya sempat menghubungi salah satu kawan yang ada di Sidoarjo. Kebetulan dia menjadi salah satu pewarta di daerah tersebut.

Dalam sebuah perbincangan di grup WhatsApp, teman saya sempat mengabarkan bahwa masih ada kuota untuk pewarta yang ingin melakukan liputan ada satu abad NU.

Awalnya saya biasa saja, karena pertanyaan tersebut dilontarkan kepada pimpinan tempat saya bekerja. Lumayan lama pesan itu, baru kemudian dibalas oleh salah satu editor.

Setelah melihat pesannya, intinya tidak ada pewarta dari media tersebut yang datang ke Sidoarjo. Meskipun pewarta dari Sidoarjo itu sudah menawarkan ada hak istimewa khusus yang bakal diterima.

Akhirnya saya mencoba menghubungi salah satu pewarta dari Sidoarjo tersebut, agar bisa ikut dalam rombongan kegiatan itu. Walaupun hanya sebagai pewarta.

Namun, ternyata kuotanya sudah terpenuhi. Pihaknya juga tidak bisa memasukkan orang lain karena sudah berkoordinasi dengan Korem.

Menerima kenyataan tersebut, akhirnya saya putuskan tidak berangkat ke Sidoarjo. Saya akhirnya hanya menikmati obrolan terkait pelaksanaan satu abad NU bersama kawan-kawan di Blitar.

Selain itu juga tetap memantau melalui status WhatsApp yang silih berganti saya gulirkan melalui kontak kawan-kawan saya. Sesekali saya juga bangga terhadap animo yang ditunjukkan Nahdliyyin.

Dua hari sebelum pelaksanaan perayaan 1 abad NU di Sidoarjo, tidak ada pertanyaan lain yang terlontar ketika ketemu kawan selain "Budal apa gak". Ada juga kawan yang mengatakan "Masa nggak datang ini momen satu kali seumur hidup"

Hajatan hajatan besar itu berakhir, akhirnya obrolan lebih banyak membicarakan tentang situasi yang ada di sana. Dan informasi menarik yang lain.

Dari cerita-cerita di sekitar, ternyata ada cerita kurang baik dari ulang tahun ke 100 tahun NU. Ada cerita dari kawan, bahwa banyak ulama sepuh atau tua yang tidak hadir dalam kesempatan tersebut. Tersiar kabar mereka tidak diundang dalam kesempatan itu.

Bahkan yang lebih parah ada yang berkomentar bahwa perayaan 1 abad NU di Sidoarjo, malah didominasi pejabat pemerintah daripada ulama. Benar atau tidaknya silakan dicek sendiri.

Ketika seperti itu terjadi, tentunya kepentingan politik akan dianggap melekat pada kegiatan 1 Abad NU kemarin. Apalagi momentumnya mendekati tahun politik 2024.

Tapi, bagi saya yang lebih penting adalah momentum refleksi bagi diri sendiri. Di umur NU yang sudah menginjak 100 tahun ini, apa kira-kira sumbangsih yang sudah kita berikan kepada organisasi? Kemudian peran apa yang bisa diberikan memasuki abad kedua ini.

Posting Komentar

0 Komentar