Mengunjungi Tandurasa Sleman: Belajar dari Petani Inspiratif

Mengunjungi Tandurasa Sleman: Belajar dari Petani Inspiratif

Rombongan dari berbagai usia berkumpul di Jalan Mastrip, Kota Blitar, Senin, 20 November 2023, malam. Menggunakan pakaian rapi dan bersepatu, kami menunggu kedatangan bus yang akan mengangkut kami ke Provinsi Yogyakarta.

Setelah sekitar satu jam beristirahat, bus kembali melanjutkan perjalanan. Suhu waktu itu sangat dingin. Wajar saja, air conditioner dinyalakan. Untungnya, armada bus menyediakan selimut pada setiap penumpang. Kami akhirnya bisa tidur dengan nyenyak selama perjalanan.


Tidak terasa perjalanan di jalan tol begitu cepat, termasuk juga karena saya tertidur pulas. Kalau tidak salah kami, keluar melalui gerbang tol Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Kemudian bus melaju di jalan raya untuk menuju Yogyakarta.


Keberangkatan yang awalnya dijadwalkan pukul 20.00 WIB terpaksa harus molor. Ada penumpang yang belum datang. Bus baru berangkat dari Bumi Proklamator 20.30 WIB.


Berhubung keberangkatan pada waktu malam hari, lalu lintas begitu lengang. Bus bisa melaju dengan lancar tanpa ada hambatan. Kelajuan semakin kencang saat armada bus masuk gerbang tol Nganjuk.


Separuh perjalanan bus berhenti, tepatnya di rest area Ngawi, yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Di situ para penumpang turun. Ada yang buang air kecil dan besar, makan, merokok atau sekadar menyeruput kopi.


Sudah Pagi Hari 

Mengunjungi Tandurasa Sleman: Belajar dari Petani Inspiratif
Waktu menunjukkan subuh. Kendaraan memutuskan berhenti di Masjid Al-Aqsa, Kabupaten Klaten. Di tempat tersebut para penumpang beristirahat sembari bersembahyang kepada Sang Kuasa. Seperti halnya saat di rest area Ngawi, para penumpang juga ada yang makan, merokok, ngopi, maupun buang hajat.

Usai sang mentari menunjukkan sinarnya dengan terang, perjalanan kembali dilanjutkan. Kali ini menuju Bumi Sembada-julukan Kabupaten Sleman untuk mencari sarapan. Tepatnya di daerah Kalasan, Sleman kami mengisi perut yang sudah keroncongan.

Jalanan di Yogyakarta ternyata padat merayap. Jarak yang tidak terlalu jauh harus ditempuh dalam waktu yang lama. Sekitar satu jam lamanya waktu yang kami habiskan untuk sampai di Kelurahan Margorejo, Kecamatan Tempel dari Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman.

Disambut oleh Tim Tandurasa

Mengunjungi Tandurasa Sleman: Belajar dari Petani Inspiratif

Sesampainya di Kelurahan Margorejo, kami disambut oleh tim Tandurasa. Mereka mengatasnamakan kelompok petani muda maupun perempuan yang bergerak pada pertanian terpadu di Kabupaten Sleman.


Kalau dari brosur yang mereka bagikan, Tandurasa bergerak untuk mewujudkan agroeduwisata yang berdampak positif pada keberlanjutan sektor pertanian. Itu mereka wujudkan melalui penumbuhan petani milenial di tingkat nasional ke tingkat lokal.


Tidak hanya itu, Tandurasa juga mendorong kemandirian tata kelola pertanian terpadu berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi yang cerdas dan tepat guna.


Tandurasa juga memiliki lima program unggulan, antara lain: pelatihan manajemen pertanian terpadu, pelatihan pengolahan hasil pertanian, pembuatan modul manajemen pertanian terpadu, kampanye petani milenial, dan pendataan peluang CSR dan buyer.


Tanggapan Minor saat Observasi Lahan

Mengunjungi Tandurasa Sleman: Belajar dari Petani Inspiratif
Harapan bisa melihat lahan yang bagus dan komoditas bernilai jual tinggi pupus seketika. Pengunjung yang berasal dari Bumi Penataran malah disuguhkan tanaman cabai, gambas yang terkena penyakit. Itu membuat mereka membandingkan dengan kondisi di sawahnya masing-masing.

Beberapa orang yang ada di samping saya secara terus terang bilang kalau lahan yang diobservasi tidak lebih baik dari lahannya. Jadi secara tidak langsung, menyimpulkan apa yang bisa diambil kalau keadaannya seperti itu.


Kenyataan seperti ini harus menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara kegiatan studi banding. Niat awal bisa belajar dan mendapatkan ilmu yang berguna, akan tetapi malah sebaliknya.


Perjalanan menuju bus, mereka sembari berbisik membanggakan lahannya di Blitar. Kalau tidak punya lahan sawah, ya lahan milik tetangganya. Begitulah kira-kira sedikit celetukan dari warga yang ingin belajar berkedok liburan.

Posting Komentar

0 Komentar