Tokoh Bangsa yang Satu Rumah, Satu Guru, Namun Tiga Ideologi pada Zaman Dahulu

Haji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto adalah seorang bapak kos yang juga menjadi guru bagi tokoh pergerakan nasional yang sering dijumpai di buku-buku sejarah.

Kos yang juga rumahnya berada di Jalan Peneleh VII nomor 29-31 Surabaya. Banyak pemuda memilih kos di rumah Pak Cokro karena harganya terjangkau bagi kantong remaja.

Sesuai dengan kantong yang dirogoh untuk membayar sewa kos, para pemuda harus rela tidur beralaskan tikar padat, karena tidak disediakan kasur di sana.

Pak Cokro juga rajin membuka kelas bagi penghuni kos-kosannya. Di situlah para penghuni kos intens bergaul dengan pengurus Sarekat Islam, seperti Agus Salim dan Abdul Muis.

Ada tiga orang penghuni kos Pak Cokro yang kelak menjadi tokoh ternama. Ketiganya menghiasi buku Sejarah Indonesia.

Soekarno

Pertama adalah Soekarno. Soekarno adalah seorang nasionalis dan presiden pertama Republik Indonesia.

Saat kos di rumah Pak Cokro, Soekarno baru masuk Hogere Burgerschool (HBS) atau sekolah menengah di Surabaya.

Soekarno juga sempat menjadi bagian dari keluarga Pak Cokro setelah menikahi Utari, anak perempuan dari Cokroaminoto.

Soekarno menganut ideologi nasionalis. Saat usia muda dia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Dirinya juga sempat dipenjara dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Kartosuwiryo

Kemudian penghuni kos yang lain adalah Kartosuwiryo. Dia adalah penganut ideologi Islamis. Semasa ngekos di rumah Pak Cokro, dia berkuliah di sekolah dokter milik Hindia Belanda di Surabaya.

Kartosuwiryo mengenal Islam dari gagasan gerakan Pak Cokroaminoto. Dia juga sempat menjadi sekretaris pribadi Pak Cokroaminoto.

Dia akhirnya berbeda pandangan dengan teman dan gurunya. Kartosuwiryo mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) melalui pemberontakan Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII).

Hidupnya berakhir tragis setelah mengalami eksekusi mati. Teman satu kosnya dahulu, yakni Soekarno tidak memberikan grasi pengampunan kepadanya. 

Muso

Penghuni kos yang terakhir adalah Muso. Dia adalah penghuni kos yang paling tua di antara Soekarno dan Kartosuwiryo.

Musa adalah seorang komunis. Pada saat pulang dari Moscow, dia berniat mendirikan negara komunis di Indonesia.

Kemudian pecah Tragedi Madiun yang menyebabkan Muso dibunuh oleh negara ini. Musa dituduh mendirikan Republik Soviet di Madiun. 

Senior Soekarno ini dibunuh saat berada di Desa Balong, Kabupaten Ponorogo. 

Meski, berasal dari satu rumah dan dididik oleh satu guru yang sama, mereka bertiga menempuh jalan yang berbeda.


Artikel ini sudah pernah dimuat di Bicara Blitar pada 24 Juni 2022 dengan Judul Tentang Tentang Satu Rumah, Satu Guru, Tiga Ideologi pada Zaman Dahul.

Posting Komentar

0 Komentar