#20 Biografi Gus Dur

Abdurrahman ad-Dakhil atau lebih biasa disebut dengan Abdurrahman Wahid sejak kecil sudah dilahirkan dari keluarga yang terdidik. Ayahnya adalah Wahid Hasyim salah satu tokoh nasional dari Nahdlatul Ulama' (NU) yang terkenal. Sementara kakeknya, Hasyim Asy'ari merupakan pendiri NU.

Gus Dur kecil adalah seorang anak yang sangat aktf untuk bermain. Sering kali ia menunjukkan kenakalannya, bahkan saking terlalu aktifnya, saat kecil lengannya sudah pernah patah dua kali akibat kegemarannya memanjat pohon.

Di saat usianya masih belum genap 13 tahun, ia harus rela ditinggalkan ayahnya yang meninggal dunia akibat mengalami kecelakaan mobil di antara daerah Bandung dan Cimahi. Waktu itu tokoh harapan bangsa Indonesia telah meninggal di usia yang sangat muda, 38 tahun.

Saat SMP, Gus Dur pernah sekali tidak naik kelas akibat gagal dalam ujian, hal itu sebagai imbas dari kebiasaannya menonton sepak bola.

Kemudian Gus Dur juga pernah belajar di Pondok Pesantren (Ponpes) Krapyak Yogyakarta, yang diasuh oleh KH Ali Maksum. 

Pada Usia 25 tahunan, ia belajar di Kairo Mesir untuk memperdalam ilmunya. Tapi, pelajaran yang diajarkan di sana, telah ia pelajari pada saat Gus Dur di Pondok Pesantren. Alhasil, Gus Dur malah sering menghabiskan waktunya di sana untuk melihat film dan mengunjungi kedai-kedai kopi. Yang menjadi nilai plus tersendiri saat di Kairo, Gus Dur berhasil mendapatkan pekerjaan di Kedutaan besar Indonesia di sana. 

Dalam buku dituliskan, Gus Dur pernah belajar di Negara, Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Universitas Baghdad Irak, dan Universitas Leiden Belanda. Gus Dur kembali ke tanah air pada tahun 1971. Setelah 8 tahun melanglang buana di luar negeri.

Pada tahun 1971, ia melangsungkan pesta pernikahannya dengan Nuriyah. Waktu itu keadaan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Soeharto dengan motornya--Golkar sudah memulai panggung penguasannya di Indonesia. Dua tahun setelah pernikahan Gus Dur terjadi fusi partai politik Indonesia, partai NU bergabung dengan partai Islam yang lain, dan membentuk PPP.

Tahun-tahun berlangsung dengan hegemoni kekuasaan Soeharto, pada tahun 1984 saat muktamar NU, Gus Dur terpilih sebagai ketua umum. Ia melakukan langkah yang sangat besar dengan memisahkan diri dengan PPP, akhirnya NU kembali ke khittahnya sebagai organisasi sosial kemasyarakatan.

Memasuki sepuluh tahun terakhir di abad ke-20, ketidaksukaan Soeharto dengan Gus Dur mulai nampak. Soeharto mendirikan ikatan cendekiawan muslim Indonesia (ICMI) untuk memberikan tempat kepada kaum Islam yang seolah-olah mendukungnya. Dalam rentang waktu yang relatif bersamaan, Gus Dur bersama 39 tokoh lainnya mendirikan Forum Demokrasi sebagai tempat untuk menjadikan kekuatan pengimbang terhadap lembaga-lembaga partai seperti ICMI yang mendorong tumbuhnya pemikiran sektarianisme.

Ketidaksukaan Soeharto terhadap Gus Dur memuncak pada saat muktamar NU tahun 1994, banyak tokoh NU dari luar pulau ditawari sejumlah uang agar memilih Abu Hasan. Pegawai negeri diancam penurunan pangkat hingga pencopotannya saat lebih memilih Gus Dur. Namun, usaha dari orang-orang yang mengkampanyekan Asal Bukan Gus Dur tiada gunanya, perolehan suara dari Gus Dur berhasil mengungguli Abu Hasan. Gus Dur lah yang berhasil menjadi ketua umum PBNU kembali.

Tahun-tahun akhir periode Soeharto Indonesia didera keadaan yang sangat sulit, krisis moneter, penculikan aktivis, aksi demonstrasi, hingga kekerasan meraja lela.

Demonstrasi memuncak saat memasuki bulan Maret 1998, ketika itu Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Indonesia. Aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di mana-mana menuntut penurunan presiden Soeharto. Puncaknya saat tanggal 21 Mei 1998, Soeharto resmi mengundurkan diri sebagai presiden Republik Indonesia.

Kepemimpinan Soeharto digantikan oleh BJ Habibie selama satu tahun lebih. Setelah itu bulan Juni 1999 diadakan pemilu yang demokratis, dengan diikuti beragam partai yang mulai bermunculan. Bulan Oktober 1999, diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden. Dan yang terpilih adalah Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri.

Saat Gus Dur menjadi seorang presiden tidak mudah baginya untuk memimpin negara yang sedang menjalani masa transisi dari rezim otoriter militer menuju demokrasi. Banyak pihak yang menentang rencana reformasi yang dilakukan oleh Gus Dur.

Orang-orang di sekeliling Soeharto terus mencari cara agar Gus Dur tidak melakukan pengusutan terhadap kasus-kasus yang dibebankan kepada Soeharto. Namun, Gus Dur orang yang gigih, ia dengan berani melawan arus yang diberikan oleh lawan-lawan politiknya.

Gus Dur juga halnya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, kepemimpinannya sering dikritik sebab ia seorang yang tidak bisa diatur, dan maunya sendiri. Hal inilah yang menjadi pemicu konflik dengan orang-orang yang dahulu mendukungnya, namun justru balik melawan Gus Dur.

Apalagi hubungannya dengan Megawati, awal mula dianggap akan berjalan harmonis. Namun, pencopotan menteri kesayangan Megawati--Laksamna Sukardi membuat hal itu menjadi sirna. Selain itu pembentukan dan reshuffle kabinet yang dilakukan dengan mengenyampingkan rekan koalisi juga dianggap sebagai biang banyak politisi membencinya.

Seiring dengan banyaknya orang yang duduk di Senayan dengan apa yang akan dilakukannya, sidang istimewa mengenai pencopotan dirinya sudah di ujung tanduk. Dimotori sejumlah pemodal besar yang masuk partai, mobilisasi penurunan Gus Dur didesain dengan secantik mungkin.

20 Agustus 2001, bapak pluralisme Indonesia resmi turun tahta dari kursi presiden dengan cara yang inkonstitusional. Terlepas dari baik atau buruknya kinerja Gus Dur sebagai presiden, memang hal yang sangat sulit untuk membendung perlawanan dari lawan politik waktu itu--Soeharto dan kroni-kroninya.

Amien Rais dan teman-temannya terus melakukan serangan kecil-kecilan di garis depan, sambil mempertaruhkan kredibilitas mereka. Sedangkan Golkar, yang diam-diam mencoba untuk merehabilitasi reputasinya, hanya mengamati dari sisi lapangan.

Buku inilah yang dibaca saat Anda ingin mengetahui sosok Gus Dur lebih dalam. Masa kecilnya, remajanya, ataupun sehingga dia dia menjadi seorang presiden. Pasti akan banyak cerita-cerita yang belum pernah didengar tentang sosok Gus Dur.

Meskipun sebenarnya buku biografi ini ditulis oleh Greg barton untuk keperluan disertasi sejarahnya, tapi yang menjadi catatan Greg Barton rela meluangkan waktunya nya untuk menggali data dari sejumlah orang yang pernah bersinggungan dengan Gus Dur.

Ditulis secara runtut dengan judul yang membantu pembaca untuk lebih mudah dalam memahami isi buku. Seperti halnya membaca sumber-sumber sejarah yang lain, sangat direkomendasikan untuk membaca dari sumber sejarah tentang Gus Dur yang lain.


Judul      : Biografi Gus Dur
Penulis   : Greg Barton
Penerbit : IRCiSoD
Cetakan : Pertama, Januari 2020
Tebal      : 516 halaman
ISBN       : 9786237378211

Posting Komentar

0 Komentar