#9 Soeharto Tak Pernah Mati


Soeharto. Tokoh yang lahir pada tanggal 8 Juni 1921 itu merupakan presiden kedua Republik Indonesia. Beliau adalah bapak enam anak yang lebih sering digaungkan sebagai bapak pembangunan Indonesia. Barangkali ada orang yang mengatakan penyematan istilah tersebut tidak sesuai, itu sah-sah saja.

Pengaruh Soeharto di negeri ini amatlah besar. Seluruh wacana dan denyut nadi kehidupan di Indonesia tak bisa dilepaskan dari cengkeraman rezimnya (Orde Baru). Lebih dari tiga dasawarsa Orde Baru menguasai kancah politik nasional melalui motornya yang disebut Golkar.

Sejak Soeharto tidak lagi berkuasa. Pemberitaan menyangkut dirinya selalu menjadi hal yang sangat menarik. Mengingat selama masa kepemimpinannya banyak sekali kontroversi yang lahir. Mulai dari kasus pelanggaran HAM hingga praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Namun, pengusutan kasus tersebut tidak pernah menemukan titik terang. Nyaris tak ada lembaga, institusi, Ormas, Parpol (khususnya yang telah eksis sejak Orba mampu mengklaim "bersih" dari keterlibatan praktek KKN dengan pak Harto. Inilah yang menjadi faktor utama mengapa sosoknya tak terjamah hukum, seberat atau sebesar apapun kesalahan yang telah dilakukannya di masa lalu.(halaman 36-37)

Selain itu, alasan kesehatan juga menjadi penyebab Soeharto tidak pernah duduk di kursi pengadilan. Semenjak tahun 1999 beliau sering keluar masuk rumah sakit untuk mengobati masalah kesehatannya. Banyak sekali penyakit yang diderita saat itu. Mulai dari pendarahan hingga masalah saluran pernapasan.

Dari lingkaran keluarga Cendana, tercatat hanya Tommy Soeharto yang pernah masuk ke dalam jeruji besi. Tommy divonis sepuluh tahun penjara terkait kasus penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.

Setelah lengser dari kursi presiden dan menderita beberapa penyakit. Soeharto mulai rutin mengobati kesehatannya. Namun timbul pertanyaan. Mengapa Soeharto ngotot dirawat di dalam negeri ? Bukankah kualitas rumah sakit di Indonesia jelas kalah dibandingkan Singapura atau Cina ? Dengan harta yang dimiliki rasanya tak mungkin beliau tidak bisa berobat di negara-negara maju.

Disinyalir hal ini sarat pertimbangan politis yaitu: pihak keluarga khawatir bila Soeharto bernasib sama dengan diktator Filipina, mendiang Ferdinand Marcos yang awalnya berobat di Amerika pada akhirnya  berubah menjadi tahanan internasional, hingga ajal menjemputnya. Dengan tesis ini sangat mungkin keluarga Cendana serta segenap kroni Orba merasa sangat khawatir sebab hingga sekarang opini di dalam negeri untuk meneruskan peradilan berbagai kasus berkaitan dengan KKN Soeharto terus berlangsung.(halaman 16-17)

Bahkan tidak sedikit elite di negeri ini yang meminta masyarakat Indonesia untuk memberikan maaf kepada Soeharto. Berbagai alasan dikemukakan sebagai dalih pemberian maaf. Hampir semua berasalan masalah kesehatan sebagai pembenarannya. Malahan Amien Rais menghimbau pemerintah untuk memberikan maaf secara resmi. 

Pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, Soeharto mendapatkan fasilitas yang sangat prima. Namun, kalau mengingat perlakuan terhadap Bung Karno dan bagaimana negara memperlakukan Gus Dur, timbul rasa tak percaya, geram, serta haru yang bercampur aduk.

"Fasilitas yang diberikan kepada pak Harto itu bukan lagi sangat bagus, tetapi sangat luar biasa. Bila dibandingkan dengan Bung Karno, jauh sekali," ujar Rahmawati Soekarnoputri, anak ketiga Bung Karno. Kalau Soeharto dirawat oleh tim dokter kepresidenan yang sangat banyak, Bung Karno justru dirawat oleh seorang dokter hewan saat di Batu Tulis.(halaman 11).

Gus Dur juga menderita hal serupa. Bedanya presiden ke-4 ini harus menanggung biaya sendiri selama pengobatannya. Namun, salah satu anaknya, Yenny Wahid, berbesar hati. Menurutnya yang terpenting adalah komitmen pemerintah memberikan akses pelayanan kesehatan untuk semua.

Sebelum akhir hayatnya banyak sekali tokoh-tokoh yang membesuk Soeharto di rumah sakit. Mulai dari anak buahnya selaku masih menjadi presiden hingga pejabat yang masih aktif hingga saat ini. Tak luput juga tokoh dari luar negeri seperti : Lee Kuan Yew mantan Perdana Menteri Singapura, Mahatir Muhammad mantan Perdana Menteri Malaysia, dan Sultan Pahang Tun Haji Ahmad Shah.

Semua tokoh yang pernah menjadi bagian pada saat Orba diperbolehkan membesuk Soeharto di ruang VVIP. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada : BJ Habibie, Harmoko, Hartono, dan Sudomo. 

Misalnya BJ Habibie, mantap Wapres pada akhir kepemimpinan pak Harto ini tidak diperbolehkan melihat langsung kondisi mantan guru besarnya itu. Ia hanya dipersilahkan mendoakan dari ruang sebelah kamar perawatan pak Harto.

Begitu pula Harmoko, mantan ketua MPR dan Menteri Penerangan. Tak satupun anak Soeharto sudi menemuinya. Meskipun begitu Harmoko berharap kesehatan mantan bosnya segera pulih dan diberi kekuatan dalam menjalani sisa hidupnya.

Menjelang ajalnya, buku dan cindera mata yang berkaitan dengan Soeharto laris manis. Selain itu, tempat pemakaman keluarganya juga dipadati para jurnalis yang sudah siap meliput kepergiannya. Para jurnalis menyewa rumah dan lahan milik warga sebagai penginapan.

Akhirnya, pada 27 Januari 2008, sang smiling general menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pertamina Pusat. Beliau dimakamkan di Astana Giribangun Kabupaten Karanganyar. Lokasinya berada di lereng Gunung Lawu.

Bendera dikibarkan setengah tiang. Pemerintah menetapkan berkabung nasional selama seminggu. Media di Indonesia nyaris seluruhnya memberitakan sisi baik dan jasa-jasa penguasa Orba tersebut.

Buku ini direkomendasikan bagi Anda yang haus mengenai sejarah masa lalu. Dianjurkan untuk membaca literatur yang lain. Sebab kebenaran tidak ada yang benar-benar absolut. Isi dari bukunya sangat runtut dan mudah untuk dipahami.


Judul Buku    : Soeharto Tak Pernah Mati
Penulis          : M. Mufti Mubarok dan Affan Rasyidin
Penerbit        : IDE (Institute for Development Economic)
Cetakan        : Pertama, 2008
Tebal             : 154 halaman
ISBN             : 9793845023

Posting Komentar

0 Komentar